Langsung ke konten utama

Dendam


Author: Aslan Yakuza
Kami terjebak dalam bangunan yang begitu luas. Bangunan yang tadinya seperti bangunan Hotel biasa kini berubah jadi tempat yang penuh lorong gelap, lembab, dan kotor.
Kami tidak hanya berusaha mencari jalan ke luar dari sana, tapi juga berupaya meloloskan diri dari kejaran sosok perempuan seram.
Sosok berambut panjang yang tergerai itu, tidak begitu jelas wajahnya. Keseluruhan wajahnya penuh bekas luka, seperti luka bakar. Bahkan bekas luka yang bernanah itu, juga ada di kedua tangannya.
Meski sosok itu tidak berdiri, berjalan, apalagi terbang, kami tetep kualahan menjauh dari sosok yang merangkak cukup cepat.
Entah salah apa, hingga kami mengalami nasib seperti ini. Sambil terus lari, telinga ini tidak henti-henti mendengar gumam Tifani. Di antara kami berempat, cuma dia yang ketakutan luar biasa. Bahkan, sempat beberapa kali ia tersungkur kemudian berteriak seperti orang yang akan dibunuh detik itu juga.
Walau kecemasan akan keselamatannya sendiri, Rayon tetap membantu Tifani berdiri. Bahkan berkali-kali. Meski disaat itu Tifani tetap saja menganggapnya mengambil keutungan, dan Tifani sempat menepis tangan Rayon, saat menolong Tifani, Rayon tetep tak peduli akan sikap Tifani.
Tak lama setelah itu, kami di hadapkan empat lorong gelap. Tidak ada waktu untuk berpikir, tanpa segan kami masuk ke lorong di hadapan kami. Selain gelap, lorong sempit itu sangat pengap. Masing-masing dari kami mengeluarkan ponsel sebagai penerang. Sesekali aku menengok belakang, sambil mengarahkan cahaya dari ponsel, takut kalau sosok itu sudah dekat dengan kami. Tapi yang kulihat hanya dinding lorong yang kotor dan lantai yang berlumut.
Untuk sementara kami lega bisa lolos dari sosok itu. Namun yang jadi masalah baru, kami tidak tahu bagaimana ke luar dari tempat itu.
Usai berjalan cukup jauh, kami pun tiba di sebuah ruang yang tidak terlalu besar. Ruangan itu penuh dengan barang yang ditutup kain putih lebar, sehingga kami tidak tahu benda apa saja di sana.
Aku menyudut lalu bersandar di dekat pintu. Sementara Teo dan Rayon, berusaha membuat Tifani tenang.
Mataku tak bosan menyapu ruangan itu. Ada sesuatu yang menarik perhatian. Kudekati benda yang melebihi tinggiku itu. Perlahan aku menarik kain putih berperisai debu. Aku sempat batuk, sebelum ternganga melihat banyaknya buku terpajang di sana.
Yup! Itu memang rak buku, tapi bukan buku kumpulan motivasi atau cerita fiksi. Yang terpajang di sana adalah, buku tentang alam goib dan kitab-kitab yang tak kumengerti.
Aku mengerenyit, saat menemukan banyaknya buku yang tidak kupahami. Buku yang ditulis pada kulit hewan yang sudah kering itu menggunakan tulisan kuno. Aku tak tahu, apa itu tulisan Jawa, kuno, atau mungkin saja peninggalan suku-suku zaman dulu.
Kami mulai menerka-nerka, jangan-jangan tempat itu pernah didiami seseorang yang mempelajari ilmu goib.
Namun, kami tidak sempat menggali informasi lebih dalam lagi, karena sosok rambut panjang dengan muka bekas terbakar, sudah berada tak jauh dari kami. Pelahan tapi pasti, ia merangkak mendekati. Setiap rangkaknya, mengeluarkan suara seperti anjing mengerang, karena tak ingin jatah makannya direbut spesiesnya.
Kami salah memilih tempat. Pintu dan lorong yang membawa kami ke ruangan tersebut berada di belakang sosok itu. Kami terjebak. Kepanikan tak terelakkan.
Tifani dengan nekat lari menuju pintu yang jelas-jelas melewati sosok itu dulu. Aku yang berada di dekatnya sampai tak sempat menghalangi. Gerak Tifani cepat sekali.
"Tifani!" Aku tersentak menyaksikan bagaimana cepatnya sosok itu mencengkram kaki Tifani, kemudian menyentaknya hingga Tifani terterukup.
Teriakan Tifani makin jadi, membuat Rayon tanpa pikir lagi mendekat dan berusaha menolong Tifani. Dengan berani Rayon memegang tangan dan jemari sosok itu yang hitam legam. Berusaha sekuat tenaga melepas cengkraman itu dari kaki orang yang ia sayang. Kulihat sosok itu memiringkan kepala dan menatap Rayon penuh amarah. Seketika, sosok itu menerbab Rayon, bak kucing yang menyergap tikus buruannya.
Kaos putih yang dikenakkan Rayon memerah. Rayon terluka?
Ya! Kesepuluh kuku runcing sosok itu kini bersarang di dada Rayon. Aku yang menyadari itu, berusaha melakukan sesuatu. Tapi aku tak tahu, harus berbuat apa untuk menolongnya, selain mengatakan. "Teo ... kumohon, bantu dia ...," pintaku lirih.
Tapi, Teo ternyata laki-laki pengecut yang tidak peduli dengan rekan sendiri. Iya lari dengan meninggalkan kata-kata. "Aku belum mau mati!" tanpa peduli Rayon yang dalam bahaya dan melewati Tifani yang masih terguling begitu saja.
Cepat-cepat kudekati Tifani, dan berusaha membuat ia tidak putusasa dengan beberapa kalimat singkat. Syukurnya ia mendengarku, dan ia lebih dulu berusaha membantu Rayon yang tidak berdaya diduduki sosok penunggu tempat itu.
Namun, usaha Tifani malah membuat ia yang diserang. Tifani terlentang tak bisa bergerak, diduduki sosok muka bernanah-nanah itu. Ia histeris, ketika sosok itu mencekiknya.
Kejadian di depan mataku itu malah membuat aku terpaku. Aku merasa tidak bisa menggerakkan tubuh. Aku seperti patung. Sial! Berulang kali aku memaki dalam hati. Aku sadar temanku membutuhkan bantuan. Tapi aku tidak bisa berikan pertolongan.
Kulihat mata Tifani mulai melotot-lotot, suaranya juga sudah tersedak-sedak. Ia akan mati?
Tidak! Lagi-lagi Rayon menjadi pahlawan untuknya. Dengan mengatakan. "Jika kau ingin membunuh, bunuh saja aku!"
Kata-kata itu membuat sosok tersebut menengok ke belakangnya, di mana Rayon yang terguling dengan dada berlumuran darah. Tak lama, sosok itu melepas cekikannya pada leher Tifani, kemudian kembali merangkak ke tempat di mana Rayon terbaring.
"Shilma! Kumohon ... bawa Tifani pergi dari sini!" teriakan itu akhirnya membuat aku sadar. Aku bisa bergerak. Tanpa menjawab apa-apa aku membatu Tifani, menaruh satu tangannya di bahuku sambil menuntunnya pergi dari sana.
Kudengar suara Rayon terakhir kalinya yang masih sempat-sempatnya memberi semangat. "Aku percaya kalian bisa melakukannya! Kalian pasti selamat. Aaaakkkk ...!!"
Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi kepadanya. Setelah cukup lama keluar-masuk lorong di sana, aku dan Tifani melihat pohon-pohon besar karena hari sudah mulai fajar.
Kami akhirnya bisa ke luar dari tempat mengerikan itu. Meski kami orang kedua yang berhasil ke luar dari sana. Kesimpulan itu diambil dari tidak adanya lagi mobil Teo yang terparkir.
Dengan sisa-sisa tenaga, kami berjalan menuju sebuah desa, berharap mendapat pertolongan dari penduduknya. Namun, belum sampai perdesaan kami sudah bertemu puluhan warga berkumpul. Ketika menyadari kedatangan kami mereka langsung saling membatu menggendong kami yang akan mereka bawa ke Puskesmas.
Disaat perjalanan menuju Puskesmas, aku sempat bertanya. "Pak! Tadi di sana ada apa?"
"Mobil masuk jurang, lalu terbakar."
Aku meneguk ludah. Batinku menerka, itu pasti dia.
***
Kuceritakan semua kejadian kepada bidan yang merawatku dan warga yang juga berada di sana. Mereka sangat terkejut mendengarnya, dan suasana di sana berubah, hening beberapa saat.
Salah seorangpun berkata. Kukira perempuan itu sudah mati. Ternyata tidak!"
Semua yang berada di sana terhenyak. Wajah-wajah mereka berubah, seperti merasakan takut luar biasa.
"Sebenarnya, sosok itu siapa?"
Hining sejenak. Warga yang berada di sana saling menatap, sampai akhirnya seseorang menjawab. "Dulu dia dikenal sebagai dukun santet yang hebat. Tapi, karena kesombongan dan kekejamannya, warga dibantu beberapa orang pintar, menyerbu tempat tinggalnya lalu membakarnya," jelas salah seorang warga, lalu mengambil napas sejenak, "namun, perempuan itu tidak mati. Ia merangkak di dalam kobaran api, lalu keluar menyerang beberapa orang," lanjutnya. "Sejak saat itulah, tempat itu terlarang bagi kami. Sempat ada orang yang penasaran dan mencoba buktikan sendiri, tapi ia tidak pernah kembali. Dukun santet itu akan terus membunuh untuk melampiaskan dendamnya." Tutupnya menjelaskan.
Aku sempat tercengang, sebelum bertanya lagi. "Apa yang mengganggu kami, arwah dukun santet itu?"
"Entahlah ... sampai saat ini kami belum tahu pasti, apa dukun itu sudah benar-benar mati."
"Artinya, sosok itu belum mati?!"
"Aku rasa begitu!"
Aku terdiam sambil mengingat, sosok itu mencekik Tifani, dan saat Rayon sempat memegang tangan sosok itu. Cukup masuk akal, pikirku.
"Bagaimana nasib temanku?"
"Dia tidak akan pernah kembali."
Aku menunduk sedih.
Setelah percakapan itu, beberapa warga memutuskan mengantar kami.
***
Setiba di terminal, di kota kami tinggal, warga yang mengantar berkata hanya bisa mengantar sampai situ saja. Kami banyak berterima kasih kepada mereka. Karena hari sudah mulai malam, kami bergegas mencari angkutan yang jurusan tempat tinggal kami. Namun, langkah kami terhenti tepat di gerbang terminal, ketika seseorang dengan suara serak menyapa kami.
Serempak, kami menoleh ke belakang dan melihat sosok yang mengejar-ngejar kami semalaman.
Sosok itu berkata. "Kenal dengan mereka?!" ia mengacungkan kedua tangan yang memegang potongan kepala yang tak asing lagi bagi kami.
Mataku terbelalak melihat potongan kepala Rayon dan Teo. Spontan, kutarik tangan Tifani yang dingin bagai es, untuk segera lari dari sana. Beruntung, sebuah angkutan melintas. Cepat-cepat kami naik dan berharap sampai di rumah.
Akan tetapi, saat minibus itu sudah melaju. Sang sopir yang wajahnya sangat kukenali berkata. "Kita akan kembali!"
Aku terhenyak. Sosok perempuan itu ternyata sudah berada di depan, bersebelah dengan sang sopir yang wajahnya persis Teo.
Tifani pingsan. Pelan-pelan kesadaranku hilang.
Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Video Hantu -Kumpulan Video Hantu Terseram Di Indonesia

Bagi sebagian orang, hantu dianggap sebagai sosok ilusi sehingga keberadaannya jadi hal yang sulit untuk dipercaya. Penampakan misterius atau pun kejadian-kejadian aneh juga bukan jadi sesuatu yang harus dikhawatirkan. Video Hantu -Kumpulan Video Hantu Terseram Di Indonesia Meskipun begitu, ada juga beberapa orang yang ingin membuktikan keberadaan makhluk halus. Alasannya umumnya sih karena penasaran. Lewat rekaman video jadi salah satu cara untuk membuktikan eksistensi hantu.  Video Hantu -Kumpulan Video Hantu Terseram Di Indonesia Berikut ada 10 rekaman video penampakan hantu yang ada di YouTube, Dijamin bikin bulu kuduk kamu merinding karena penampakan hantu yang terlihat asli. Lihat aja kalau berani! Baca:  Dunia lain, Kisah Misteri Terjebak Di Dunia Lain Ketika Bekerja Di Hutan 1. Hantu tanpa kepala di bangunan kosong saat siang hari. Asli atau palsu menurutmu? 2. Penampakan hantu yang tengah berjalan di sebuah taman hiburan. 3. Gelas yang bergerak sendiri? 4. Sosok miste...

Penampakan Pocong Nyata Asli Terbaru , Cerita Hantu Nyata

Cerita Hantu Nyata   Penampakan  Pocong . Hantu atau setan atau jin pada dasarnya ialah makluk yang tak dapat dilihat oleh mata. Alam hantu menurut Al-Qur'an berbeda dengan alam manusia. Hantu itu memang ada, namun penampakan hantu harang sekali terlihat langsung oleh manusia kecuali memakai kamera lensa pendeteksi hantu. Orang jawa menganggap bahwa orang yang pernah bertemu dengan hantu akan mendapatkan keberuntungan setiap harinya. Hantu pocong seram, merupakan hantu asal Indonesia yang sangat ditakuti. Hantu pocong jarang terlihat, namun pocong suka usil dengan menampakkan diri mereka secara langsung maupun di depan kamera deteksi hantu ataupun dengan detector pelacak hantu. Foto Penampakan Pocong Asli Sebelum Sobat melihat  Penampakan Pocong Nyata Asli Terbaru i ni, akan lebih baik sobat membaca sejarah pocong dan asal usul pocong terlebih dahulu. Asal Usul Hantu Pocong dan Sejarah Pocong Hantu Menyeramkan. Selain hantu kuntilanak, ternyata hantu pocong merupaka...

Lelegom

. Author: Aslan Yakuza . . Dulu, di sebuah  perkampungan  yang berada di tengah hutan, terbesit cerita menyeramkan. Seluruh penduduknya dihantui rasa takut akan kedatangan makhluk besar, berbulu, dengan wajah mirip kera namun mulutnya lebar nyaris ke telinga. . Makhluk itu dijuluki warga sekitar dengan nama: Lelegom. Nama itu diberikan oleh salah seorang warga yang katanya pernah melihat sosok makhluk tersebut saat mendatangi rumahnya dan menculik sang istri. . "Dia mendobrak pintu belakang dan langsung menyerangku hingga pinsan," kata lelaki kurus itu, kepada ketua desa dan warga setempat. "Makhluk itu sangat besar, hampir dua kali lipat dibanding saya," lanjutnya. "Tapi, aku sempat melihat jelas sosok makhluk berbulu itu. Mulutnya lebar, giginya besar-besar, dan di bibirnya yang agak jontor itu ada kumis seperti ikan lele," tutup lelaki itu. . Sejak saat itu warga desa makin waspada. Jangankan malam tiba, siang hari saja penduduk di sana ekstra waspada k...