Kiriman member : Ryandicka Frogi
Cerita ini terjadi saat saya masih kecil. Saya tinggal di sebuah kota kecil yang jauh dari kebisingan kota besar. Seperti anak kecil yang tumbuh di kota-kota kecil di Indonesia.
cerita- cerita mistis dan menyeramkan tentang hal gaib menjadi bagian dari hidup saya. Jika anak-anak di kota besar mengenal cerita Cinderella atau Putri Salju, saya lebih sering mendengar cerita tentang kuntilanak, genderuwo dan sebagainya.
Mungkin Anda yang tidak terbiasa dengan cerita mistis meragukan cerita ini, tetapi inilah yang saya alami. Saat masih kecil, saya diwajibkan mengaji oleh kedua orang tua. Saya dan teman-teman sebaya (waktu itu usia saya 7 tahun).
setiap sore selalu belajar mengaji di sebuah mesjid yang jaraknya 10 menit jika berjalan kaki dari rumah. Pelajaran mengaji dimulai pukul 3 sore dan berakhir jam 5 sore. Seperti anak-anak pada umumnya, saya sering tidak langsung pulang setelah selesai mengaji. Saya dan teman-teman sering bermain petak umpet sebelum pulang.
Padahal saya tahu, ibu akan marah jika saya pulang ketika adzan Maghrib berkumandang. Peraturan ibu salah satunya adalah saya harus pulang sebelum Maghrib. Namanya juga anak-anak, saya sering melanggar peraturan itu untuk bermain bersama teman-teman.
Sampai sebuah kejadian membuat saya kapok. Saat saya kecil.
beredar cerita tentang kuntilanak yang mendiami sebuah pohon jambu. Karena saya tidak percaya, saya dan teman- teman cuek saja bermain petak umpet di sekitar pohon jambu yang dimaksud. Entah mengapa sore itu terasa berbeda dari hari biasanya. Udara terasa lebih dingin padahal tidak hujan.
Saat giliran saya bersembunyi, saya memilih bersembunyi di balik pohon jambu. Saya menunggu hingga teman saya menemukan saya. Suasana sudah pasti sunyi, hanya sesekali saya mendengar langkah teman saya yang mencari- cari kami yang bersembunyi.
Sayup-sayup, saya mendengar suara tangisan. Pelan.. pelan.. dan lama-lama menjadi makin jelas. Bulu kuduk saya merinding. Saya menyadari sumber suara berasal dari atas pohon.
Sempat terpikirkan bahwa mungkin itu teman saya yang iseng. Tapi teman-teman perempuan saya tidak ada yang bisa memanjat pohon. Dengan sisa keberanian, saya melihat ke arah atas pohon jambu.
Jantung saya seperti berhenti berdetak melihat makhluk aneh di atas sana. Makhluk itu seperti perempuan berambut panjang. Saya tidak melihat wajahnya, tetapi dia sedang mengusap- ngusap rambutnya yang sangat panjang. Mirip dengan hantu perempuan yang saya lihat di layar kaca. Suara yang awalnya menangis berganti menjadi suara tawa. Suasana menjelang senja membuat peristiwa itu puluhan kali lebih menakutkan.
Otomatis saya menutup mata lalu berteriak ke arah teman-teman. Saya langsung menangis sejadi-jadinya. Untungnya seorang penjaga keamanan kampung lewat dan mengantar saya pulang. Sesampainya di rumah, saya menceritakan semuanya pada ibu dan ayah. Menurut mereka, itulah kuntilanak yang sering saya dengar ceritanya.
Dia sudah lama menghuni pohon jambu tersebut. Mulai saat itu, saya dan teman-teman tidak berani lagi bermain di sekitar pohon jambu, bahkan untuk lewat saya masih trauma dan tidak berani melihat pohon itu. Kalaupun terpaksa lewat, saya akan membaca Ayat Kursi. Untungnya saya tidak pernah lagi melihat penampakan kuntilanak itu dan saya tidak mau hal itu terulang lagi, cukup sekali saja.
Komentar
Posting Komentar